Pada hari ini "Hari Laut Sedunia" saya akan mengupas kembali kisah Terumbu karang buatan di Gibraltar yang memicu ketegangan antara Spanyol dan Inggris. Konflik di masa lalu bisa kembali terbuka.
SENGKETA mengenai Gibraltar antara Spanyol dan Inggris, yang pernah terjadi tiga abad lalu, kembali mencuat. Pemicunya adalah pembangunan terumbu karang buatan oleh Gibraltar –wilayah di barat laut Laut Mediterania yang jadi bagian dari Inggris– di lepas pantai dengan menggunakan puluhan blok beton pada Juni lalu.
Sebagaimana dilansir bbc.co.uk (14/8), Ignacio Ibanez, direktur jenderal urusan luar negeri Spanyol, mengatakan perselisihan itu tak akan berakhir sampai terumbu karang buatan itu menghilang dari perairan Gibraltar.
Pemerintah Spanyol menganggap terumbu karang buatan itu berada di kawasan konservasi yang akan akan berdampak pada ekosistem dan tangkapan ikan nelayan. Sebagai balasannya, Spanyol memperketat pengawasan perbatasannya dengan Gibraltar namun dengan dalih Gibraltar gagal mengendalikan penyelundupan. Inggris bereaksi, menganggap kebijakan Spanyol itu melanggar aturan Uni Eropa. Isu ini kemudian berubah menjadi badai internasional.
Inggris berencana membawa masalah ini ke Mahkamah Eropa. Namun, menurut The Globe and Mail (12/8), Inggris akan menghadapi argumen yang membuatnya tak nyaman. Sebab, Inggris bukan bagian dari sistem perbatasan terbuka Uni Eropa. Artinya, pemeriksaan perbatasan di Gibraltar diizinkan.
Sementara Spanyol mempertimbangkan untuk menggalang dukungan di PBB dari Argentina –yang memiliki keluhan sendiri dengan Inggris atas Kepulauan Malvinas pada 1982.
Menurut Chris Grocott, dosen sejarah ekonomi Universitas Leicester yang mengkhususkan diri pada kajian mengenai Gibraltar, posisi PBB jelas bahwa pada 2000 bekas wilayah kerajaan itu harus didekolonisasi. “Ada banyak resolusi PBB yang mendukung Spanyol,” ujarnya, dikutip The Globe and Mail.
Spanyol semula menguasai Gibraltar selepas merebutnya dari kerajaan Islam Granada (abad ke-15). Ketika Raja Charles II yang berdarah Habsburg mangkat, dia meninggalkan testamen berisi penyerahan tahta kerajaan kepada Philip Duc d’Anjou (keturunan Raja Prancis Louis XIV). Ini berarti penyatuan Spanyol-Prancis. Inggris dan Belanda adalah negara yang paling gigih menentang penyatuan itu karena akan mengubah keseimbangan kekuatan di Eropa.
Dengan dukungan provinsi-provinsi penentang, Austria, Belanda, dan Raja Leopold I (raja Romawi Suci sekaligus Prusia), Inggris mendirikan Grand Alliance of Hague pada September 1701. Aliansi kemudian memerangi Spanyol-Prancis. Apa yang dikenal sebagai Perang Suksesi Spanyol pun dimulai.
Pada Juli 1704, armada Inggris-Belanda di bawah Laksamana Sir George Brooke mendarat di Teluk Gibraltar dan membombardir Spanyol-Prancis. Inggris-Belanda akhirnya menguasai Gibraltar. Melalui Perjanjian Utrecht pada April 1713, Spanyol secara formal menyerahkan wilayah itu kepada Kerajaan Britania Raya. Beberapa upaya Spanyol untuk menguasai kembali Gibraltar gagal.
Gibraltar diakui secara resmi sebagai bagian dari kerajaan pada 1830. Pada 1967, mayoritas penduduk Gibraltar memilih menjadi bagian dari Inggris melalui referendum pada 10 September –kemudian diperingati sebagai hari jadi. Gibraltar mengesahkan konstitusinya pada 1969 dan menjalankan pemerintahan sendiri.
Sepanjang perjalanannya, Spanyol berupaya menguasai kembali upaya Gibraltar. Terutama, ketika era diktator Fransisco Franco berkuasa di Spanyol. Ketegangan sempat mengendur namun kini kembali mencuat. Sejak berkuasa tahun 2011, pemerintah konservatif Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy jauh lebih agresif ketimbang pendahulunya dari kalangan sosialis. Mereka memandang Gibraltar sebagai peninggalan zaman kolonial yang harus dikembalikan.
0 comments:
Post a Comment